Beranda » Culture » Tradisi Omed-Omedan di Bali

Satu lagi warisan budaya di Bali yang masih dilestarikan sampai sekarang. Tradisi omed-omedan di Bali adalah tradisi ciuman massal di Bali. Aksi ciuman massal ini bukanlah aksi pornografi, tradisi ciuman massal yang dilakukan para pemuda dan pemudi di banjar Kaja, Sesetan, Denpasar ini merupakan tradisi yang bernama omed-omedan yang diselenggarakan setiap tahun setelah hari raya Nyepi untuk melestarikan warisan leluhur.

Dalam bahasa Bali, tradisi omed-omedan di Bali sendiri memiliki makna tarik-menarik. Proses omed-omedan diawali dengan memisahkan pemuda dan pemudi menjadi dua kelompok. Kemudian satu persatu pasangan di arak untuk saling berpelukan dan berciuman. Walaupun rutin di gelar, nampaknya tidak sedikit peserta wanita yang malu-malu. Sebaliknya, peserta pria justru antusias sehingga mengundang tawa penonton. Ada pembatasan usia yang diperbolehkan ikut dalam acara ini, para peserta diwajibkan menggunakan pakaian adat khas Bali.

omed-omedan
(sumber: www.sungaikuantan.com)
omed-omedan
(sumber: gentamudahindu.wordpress.com)

Tradisi Omed-Omedan di Bali

Dikutip dari Indonesia Kaya Tradisi ini sudah berlangsung cukup lama, kira-kira sejak abad 17 dan terus dilaksanakan setiap tahunnya setelah perayaan hari raya Nyepi. Selain menjaga kebersamaan, warga juga khawatir akan terjadi sesuatu jika tradisi ini dihentikan. Oleh karena itu, tradisi ini terus dilestarikan sampai sekarang.

Dalam tradisi ini, para muda-mudi setempat dikelompokkan menjadi dua grup, yaitu grup pria (teruna) dan grup wanita (teruni). Sebelum ritual dimulai, seluruh peserta mengikuti upacara persembahyangan bersama di Pura Banjar. Melalui persembahyangan bersama ini, para peserta memohon kebersihan hati dan kelancaran dalam pelaksanaan ritual omed-omedan. Setelah ritual sembahyang, ditampilkan pertunjukan tari barong bangkung (barong babi) yang dimaksudkan untuk mengingat kembali peristiwa beradunya sepasang babi hutan di desa ini.

Kedua kelompok ini berbaris berhadap-hadapan dengan dipandu oleh para polisi adat (pecalang). Kemudian, secara bergantian dipilih seorang dari masing-masing kelompok untuk diangkat dan diarak pada posisi paling depan barisan. Kedua kelompok ini kemudian saling beradu dan kedua muda-mudi yang diposisikan paling depan harus saling berpelukan satu sama lain. Saat keduanya saling berpelukan, masing-masing kelompok akan menarik kedua rekannya tersebut hingga terlepas satu sama lain. Jika kedua muda-mudi ini tidak juga dapat dilepaskan, panitia akan menyiram mereka dengan air hingga basah kuyup.

Ketika pasangan muda-mudi saling bertemu dan berpelukan erat, ada kalanya mereka akan saling beradu pipi, kening, dan bahkan bibir. Masyarakat awam dari luar banyak yang menyalahartikan hal ini sebagai saling berciuman. Ritual omed-omedan pun secara salah kaprah mendapat sebutan ritual ciuman massal dari Desa Sesetan.

# Bagikan informasi ini kepada teman atau kerabat Anda

Kontak Kami

Apabila ada yang ditanyakan, silahkan hubungi kami melalui kontak di bawah ini.